Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
A.
Definisi
ISPA
Menurut Corwin (2001), infeksi
saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
termasuk common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan laringitis.
ISPA adalah infeksi saluran
pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu
tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran
pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari. (DepKes RI : 1998).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan
yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah
organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
B.
Etiologi
Infeksi saluran pernafasan akut
merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh
berbagai etiologi. Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh
virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan
jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan
Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004).
Bakteri tersebut, di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan
dan hidung. Biasanya bakteri ini menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya
lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan (PD PERSI, 2002).
Untuk golongan virus penyebab ISPA
antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa,
virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus
para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan,
bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.Untuk virus influensa
bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan
kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan
penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada
saluran nafas bagian bawah. (Siregar dan Maulany, 1995).
C.
Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA
dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya virus sebagai
antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi
bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas
atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah
(Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama
dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah
ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan
gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari
munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi
menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi
kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
D.
Manifestasi Klinis
1. Tanda-tanda ISPA
Pada umumnya suatu penyakit saluran
pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam
perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin
berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan
tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
a. Tanda-tanda
klinis :
· Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak
teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
· Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
· Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang,
sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan koma.
· Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
b. Tanda-tanda laboratoris :
· Hypoxemia,
· Hypercapnia, dan
· Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
2. Gejala ISPA
Sebagian besar anak dengan infeksi
saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk.
Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti
nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi
mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk., 1994).
Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu
tubuh anak meningkat lebih dari 38,50C dan
disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA
dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :
a. ISPA ringan bukan pneumonia
b. ISPA sedang, pneumonia
c. ISPA berat, pneumonia berat
Khusus untuk bayi di bawah dua
bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang).
Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari 2 bulan adalah bila frekuensi
nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada
yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau
ISPA berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan
perawatan atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat
dengan mudah diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan
beberapa pengamatan sederhana.
a.
Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau
pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau
ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih
dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa
panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup
dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat
diberi obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi
jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera di bawa ke dokter
atau Puskesmas terdekat.
b.
Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai
gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan lebih dari 50 x/menit pada anak umur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
2) Suhu lebih dari 390C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena
jika anak menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya kurang, umurnya empat
bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat
pertolongan petugas kesehatan.
c.
Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala
ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
6) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
7) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
8) Tenggorokan berwarna merah
Pasien ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau
puskesmas karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti
oksigen dan infus.
E.
Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia
dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua
dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya
penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA
akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi penderita
ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai
berikut :
1.
Upaya
pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap
baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA.
2.
Pengobatan
dan perawatan
· Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
dengan sapu tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis
tidak terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap
berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek.
· Pengobatan antara lain :
a. Mengatasi
panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam
untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b.
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
F.
Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self
limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi
kuman lainnya.Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal,
penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1.
Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada
anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala
umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan
biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi
kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak
besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul,
bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun
bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring
yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
2.
Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi
gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan
menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat
disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang
demam.
Anak sangat gelisah, terlihat nyeri
bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga
dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis
keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah
atau diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi
pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan
kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi dilakukan
parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.
Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani
pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering
dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a. Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga
merintangi penyaluran sekret.
b. Posisi bayi anak yang selalu terlentang
selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c. Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat
infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke
syaraf pusat (meningitis).
3.
Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari
nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan
bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya
terjadi meningitis purulenta.
0 komentar:
Posting Komentar